Senin, 22 Agustus 2016

SEJARAH BAGI PERISTIWA, KISAH, ILMU, DAN SENI


Sejarah dalam makna objektif adalah peristiwa atau kejadian, sedangkan dalam makna subjektif adalah cerita tentang suatu peristiwa yang telah lalu. Cerita sejarah berbeda dengan cerita dalam sastra. Ada persyaratan ilmiah tertentu dalam penyusunan cerita sejarah, sehingga kebenaran cerita sejarah dapat dipertanggungjawabkan.
1.         Sejarah sebagai peristiwa
Berbagai peristiwa atau kejadian yang menyangkut manusia berlangsung setiap saat secara kronologis di seluruh dunia. Setiap peristiwa yang telah terjadi dapat dikategorikan dalam peristiwa sejarah. Sehingga yang dimaksud sejarah sebagai peristiwa adalah setiap peristiwa atau kejadian yang telah terjadi, yang hanya sekali terjadi dan tidak mungkin diulang lagi.
2.         Sejarah sebagai kisah
Sejarah sebagai kisah adalah cerita atau kisah tentang suatu peristiwa yang telah terjadi. Beberapa peristiwa yang telah berlalu ternyata memiliki kesan yang mendalam sehingga berusaha untuk diungkapkan kembali dalam bentuk cerita atau kisah.
Peristiwa-peristiwa yang telah terjadi meninggalkan jejak-jejak yang dapat dijadikan sumber untuk penelusuran kembali tentang bagaimana sesungguhnya peristiwa itu terjadi. Ada prosedur dan proses tertentu yang disebut metode sejarah yang harus dilalui dalam penyusunan kembali (rekonstruksi) suatu peristiwa sejarah sehingga kisah yang dihasilkan objektif dan mendekati peristiwa yang sebenarnya.
3.         Sejarah sebagai ilmu
Menurut York Powell bahwa sejarah sekedar suatu cerita yang indah, instruktif, dan mengasyikan, tetapi merupakan cabang ilmu pengetahuan.
Sejarah sebagai ilmu artinya sejarah ditempatkan sebagai pengetahuan, tentang masa lampau yang disusun secara sistematis dan memiliki metode pengkajian ilmiah untuk mendapatkan kebenaran.
Sejarah bisa dikatakan sebagai ilmu karena memenuhi syarat-syarat keilmuan, yaitu:
a.         Mempunyai objek yaitu peristiwa yang terjadi di masa lalu.
b.        Adanya metode sejarah yang menghubungkan bukti-bukti sejarah.
c.         Disusun secara sistematis berdasarkan rangkaian peristiwanya.
d.        Kebenaran bersifat objektif, artinya tidak boleh menambah atau mengurangi dalam hal penyusunan kisah sejarah .
4.         Sejarah sebagai seni
Tokoh yang berpandangan kuat sejarah sebagai seni adalah George Macauly Travelyan. Dikatakan sejarah sebagai seni karena untuk menyusun ceritera sejarah tidaklah mudah, perlu adanya kekuatan intuisi, imajinasi, emosi dan gaya bahasa dari sejarawan.
a.         Intuisi, sejarawan dalam melakukan pengkajian mesti didukung oleh insting, ilham, meskipun tidak terlepas dari data secara objektif.
b.        Imajinasi, sejarawan perlu memiliki daya imajinasi yang diperlukan dalam menggambarkan peristiwa atau kejadian secara komplek dan hidup tapi tetap bersandar pada objektifitas.
c.         Emosi, sejarawan harus mampu menggambarkan suatu peristiwa/kejadian dengan hidup dan menarik, sehingga sejarawan harus melibatkan emosi/rasa dalam menyusun cerita seolah dirinya mengalami sendiri tetapi tetap berpegang teguh pada objektifitas.
d.        Gaya bahasa, gaya bahasa dalam penulisan sejarah diperlukan tetapi bukan berarti bahwa karya sejarah itu bahasanya berbelit-belit atau berbunga-bunga, melainkan tetap lugas dan sistematis tetapi menarik untuk dibaca. Sebagai misal dalam penggunaan istilah ataupun idiom dapat disesuaikan zamannya masing-masing. Contoh: penggunaan kata ganyang, diamankan (ditahan), terjang lawan, dan sebagainya.

Tetapi bila dalam penulisan sejarah sebagai seni, sejarawan lupa pada batas-batas dan standar keilmuan sejarah, maka fungsi sejarah sebagai seni akan lemah, sebab akan kurang objektif dan terlalu terbatas pada objek-objek yang ditulis. Oleh karena itu, para siswa perlu berhati-hati dalam menuliskan suatu peristiwa menjadi ceritera sejarah (hal itu akan dilatih pada pembahasan penelitian sejarah).

Sumber: MODUL DAN LEMBAR KERJA SISWA kelas X untuk SMA/MA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar