Rabu, 17 Agustus 2016

DAMPAK PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA

1.      Bidang politik
Sejak 20 Maret 1942 Jepang melarang rapat-rapat dan kegiatan politik. Namun pada 15 Juli 1942 diperbolehkan berdiri perkumpulan-perkumpulan yang sifatnya hiburan. Untuk mengikat golongan-golongan nasionalis islam, tanggal 13 Juli 1942 dihidupkan kembali MIAI yang pada tanggal 14 Oktober 1943 diganti menjadi Masyumi yang dipimpin Kh. Hasyim Asyari dan Kh. Mas Mansyur.
2.      Bidang Ekonomi
Ketika Jepang menduduki Indonesia, obyek-obyek vital dan produksi telah hancur karena politik bumi hangus Belanda. Di samping itu, Jepang melakukan pengerahan ekonomi dan tenaga untuk keperluan perang. Jepang kemudian melaksanakan politik Autarkhi yaitu suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan sendiri, sehingga barang impor dilarang masuk, akibatnya rakyat mengalami kekurangan sandang dan pangan, banyak orang Indonesia yang berpakaian compang-camping dan berbadan kurus kurang gizi. Karung dan karet dijadikan pakaian, semua jenis tumbuhan yang bisa dimakan terpaksa dijadikan makanan.
3.      Bidang Sosial
Mobilisasi sosial sangat dirasakan dengan adanya Kinrohoshi (kerja bakti yang lebih mengarah pada kerja paksa) untuk mengerjakan sarana prasarana militer, seprti : jalan, jembatan, menanam jarak, membuat benteng pertahananan, lapangan terbang darurat. Pengerahan tenaga rakyat itu semula secara sukarela dan akhirnya secara paksa (Romusha) dengna ransum makanan yang sangat kurang dan kesehatan tak terpelihara, sehingga banyak yang menjadi korban.
4.      Bidang Kebudayaan
Di bidang kebudayaan para seniman diberi fasilitas yang cukup, seni panggung diperbolehkan keliling desa untuk menghibur rakyat, selain itu bioskop keliling sampai desa-desa. Kesemuanya itu ditujukan untuk meningkatkan patriotisme dan propaganda bagi Jepang.
5.      Bidang Pendidikan
Sejak pendudukan Jepang sekolah-sekolah yang sudah lama ditutup dibuka kembali. Di sekolah maupun di luar sekolah diajarkan bahasa Jepang, huruf kanji, hiragana, dan katakana. Bahasa Belanda dan Inggris dilarang digunakan. Jika orang secara tidak sengaja berbahasa Belanda akan ditampar dan dianggap antek sekutu, sebaliknya orang berbicara bahasa Jepang dipuji sebagai orang yang bersemangat, pintar dan tidak sedikit yang mendapat kedudukan.
6.      Bidang Birokrasi
Berdasarkan UU tersebut, pulau Jawa dijadikan sumber perbekalan perang di wilayah selatan. Untuk itu dibentuklah daerah Syu (Karesidenan), Syi (Kotamadya), Ken (Kabupaten), Gun (Kawedanan), Son (Kecamatan), Ku (Kelurahan/Desa), Syu merupakan daerah otonomi di bawah Syucokan (Residen).
Setelah Jepang melemah dalam perang Pasifik, tokoh-tokoh Indonesia kembali dimanfaatkan sebagai penasehat pemerintahan militer. Dibentuk badan pertimbangan pusat (Cuo Sangi In), dalam karesidenan dan kota praja dibentuk Syu Sangi Kai Dan Tokbetsu Syi Sangi Kai.
7.      Bidang Militer
Memasuki tahun kedua pendudukan Jepang dilaksanakan pendidikan dan pelatihan para pemuda Indonesia secara intensif di bidang militer. Pada 9 Maret 1943 berdiri Seinendan. Seinendan dibentuk di pabrik-pabrik dan perusahaan-perusahaan. Di sekolah-sekolah dibentuk Gakukotai.
Pada tahun 1943 Jepang melatih para pemuda untuk menjadi prajurit pembantu Jepang (Heiho). Sekalipun status Heiho adalah pembantu prajurit, namun ketika situasi semakin genting mereka dipersenjatai bahkan dilatih melayani meriam-meriam pertahanan udara, dan dikirim ke front pertempuran Di Solomon, Irian, Burma, dan lain-lain. Di Tangerang dibentuk juga Seinen Dojo (tempat latihan pemuda).

Baik Seinendan, Gakukotai, maupun Heiho, sebenarnya merupakan upaya Jepang membentuk tentara cadangan untuk sewaktu-waktu dapat dikerahkan ke medan tempur.

Sumber: MODUL DAN LEMBAR KERJA SISWA kelas XI IPS untuk SMA/MA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar