1.
Bidang
politik
Sejak 20 Maret 1942 Jepang
melarang rapat-rapat dan kegiatan politik. Namun pada 15 Juli 1942
diperbolehkan berdiri perkumpulan-perkumpulan yang sifatnya hiburan. Untuk
mengikat golongan-golongan nasionalis islam, tanggal 13 Juli 1942 dihidupkan
kembali MIAI yang pada tanggal 14 Oktober 1943 diganti menjadi Masyumi yang
dipimpin Kh. Hasyim Asyari dan Kh. Mas Mansyur.
2.
Bidang
Ekonomi
Ketika Jepang menduduki
Indonesia, obyek-obyek vital dan produksi telah hancur karena politik bumi
hangus Belanda. Di samping itu, Jepang melakukan pengerahan ekonomi dan tenaga
untuk keperluan perang. Jepang kemudian melaksanakan politik Autarkhi yaitu
suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan sendiri, sehingga barang impor dilarang
masuk, akibatnya rakyat mengalami kekurangan sandang dan pangan, banyak orang Indonesia
yang berpakaian compang-camping dan berbadan kurus kurang gizi. Karung dan
karet dijadikan pakaian, semua jenis tumbuhan yang bisa dimakan terpaksa
dijadikan makanan.
3.
Bidang
Sosial
Mobilisasi sosial
sangat dirasakan dengan adanya Kinrohoshi (kerja bakti yang lebih mengarah pada
kerja paksa) untuk mengerjakan sarana prasarana militer, seprti : jalan,
jembatan, menanam jarak, membuat benteng pertahananan, lapangan terbang
darurat. Pengerahan tenaga rakyat itu semula secara sukarela dan akhirnya
secara paksa (Romusha) dengna ransum makanan yang sangat kurang dan kesehatan
tak terpelihara, sehingga banyak yang menjadi korban.
4.
Bidang
Kebudayaan
Di bidang kebudayaan
para seniman diberi fasilitas yang cukup, seni panggung diperbolehkan keliling
desa untuk menghibur rakyat, selain itu bioskop keliling sampai desa-desa.
Kesemuanya itu ditujukan untuk meningkatkan patriotisme dan propaganda bagi Jepang.
5.
Bidang
Pendidikan
Sejak pendudukan Jepang
sekolah-sekolah yang sudah lama ditutup dibuka kembali. Di sekolah maupun di
luar sekolah diajarkan bahasa Jepang, huruf kanji, hiragana, dan katakana.
Bahasa Belanda dan Inggris dilarang digunakan. Jika orang secara tidak sengaja
berbahasa Belanda akan ditampar dan dianggap antek sekutu, sebaliknya orang
berbicara bahasa Jepang dipuji sebagai orang yang bersemangat, pintar dan tidak
sedikit yang mendapat kedudukan.
6.
Bidang
Birokrasi
Berdasarkan UU tersebut,
pulau Jawa dijadikan sumber perbekalan perang di wilayah selatan. Untuk itu
dibentuklah daerah Syu (Karesidenan), Syi (Kotamadya), Ken (Kabupaten), Gun
(Kawedanan), Son (Kecamatan), Ku (Kelurahan/Desa), Syu merupakan daerah otonomi
di bawah Syucokan (Residen).
Setelah Jepang melemah
dalam perang Pasifik, tokoh-tokoh Indonesia kembali dimanfaatkan sebagai
penasehat pemerintahan militer. Dibentuk badan pertimbangan pusat (Cuo Sangi In),
dalam karesidenan dan kota praja dibentuk Syu Sangi Kai Dan Tokbetsu Syi Sangi
Kai.
7.
Bidang
Militer
Memasuki tahun kedua
pendudukan Jepang dilaksanakan pendidikan dan pelatihan para pemuda Indonesia secara
intensif di bidang militer. Pada 9 Maret 1943 berdiri Seinendan. Seinendan
dibentuk di pabrik-pabrik dan perusahaan-perusahaan. Di sekolah-sekolah
dibentuk Gakukotai.
Pada tahun 1943 Jepang melatih
para pemuda untuk menjadi prajurit pembantu Jepang (Heiho). Sekalipun status Heiho
adalah pembantu prajurit, namun ketika situasi semakin genting mereka
dipersenjatai bahkan dilatih melayani meriam-meriam pertahanan udara, dan
dikirim ke front pertempuran Di Solomon, Irian, Burma, dan lain-lain. Di Tangerang
dibentuk juga Seinen Dojo (tempat latihan pemuda).
Baik Seinendan,
Gakukotai, maupun Heiho, sebenarnya merupakan upaya Jepang membentuk tentara
cadangan untuk sewaktu-waktu dapat dikerahkan ke medan tempur.
Sumber:
MODUL DAN LEMBAR KERJA SISWA kelas XI IPS untuk SMA/MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar