Bangsa Eropa bisa masuk dan
menguasai Asia termasuk Indonsia melalui perdagangan, karena informasi dari literatur/buku-buku
tulisan para petualang Barat. Bangsa Portugis disebut sebagai pelopor
kolonialis Barat. Sebab secara psikologis Portugislah yang bertanggung jawab
atas pemasokan rempah-rempah ke Eropa. Sejak Konstantinopel (Romawi Timur)
jatuh ke tangan Turki Usmani (Islam) tahun 1453, maka pedadgang non muslim
dilarang berdagang di dsna. Mau tidak mau Portugis harus mencari rempah-rempah
di daerah produsen (Hindia/Indonesia).
Melalui perjanjian Thordesilas tahun 1492 Portugis
berusaha mencari rempah-rempah ke arah timur dan Spanyol melalui arah barat.
Akhirnya mereka bertemu di Maluku tahun 1526, maka timbullah perang berebut
daerah rempah-rempah. Perang diakhiri dengan perjanjian Saragosa tahun 1529 dengan kesepakatan Portugis mendapatkan Maluku
dan Spanyol mendapatkan Philipina. Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque dapat merebut
Malaka, dari tangan Sultan Mahmud tahun 1511.
Karena Portugis mengkhianati Sultan
Hairun, maka tahun 1575 Portugis diusir oleh Sultan Baabullah dari Ternate.
Sesuai semboyan imperialis kuno
(Gold, Gospel and Glory), Portugis melalui Fransiscus
Xaverius (1546) menyebarkan agama Katholik ke Asia dan Maluku. Raja Tabariji dan ibunya dari Ternate
masuk Katholik.
a.
Kongsi-kongsi
perdagangan Eropa
Terjadinya persaingan antara para
pedagang Eropa yang berdagang di dunia Timur menuntut dibentuknya persekutuan
dagang seperti VOC, EIC, Persekutuan Dagang Perancis dan lain-lain.
1)
VOC
(Verenigde Oost Indische Compagnie)
Pada tahun 1595 Perseroan Compagnie
van Verke dari Amsterdam mengirim empat kapal dagangnya dipimpin oleh Cornelis de Houtman dan Pieter Keyzer berlayar ke Indonesia.
Mereka tiba di Banten tahun 1596 dan
bermaksud meneruskan ke Maluku. Berturut-turut Belanda datang tahun 1598, 1599
dan akhirnya atas usul Johan van Olden
Barnevelt dibentuklah Perserikatan Maskapai Hindia Timur (VOC) tahun 1602.
Ketentuan-ketentuannya adalah:
a)
Kepentingan yang bersaing diwakili oleh
sistem Majelis/Kamer untuk enam wilayah di negeri Belanda.
b)
Setiap majelis mempunyai sejumlah
direktur yang disetujui.
c)
Jumlah direktur 17 orang yang disebut
Tuan-tuan XVII (Heeren Zeventien).
d)
Amsterdam merupakan markas VOC dipimpin
8 orang dan Heeren XVII.
e)
VOC memperoleh hak Octrooi (hak
istimewa) dari pemerintah Belanda sehingga VOC mempunyai wewenang antara lain:
-
Hak monopoli perdagangan.
-
Hak memiliki tentara sendiri dan
mengadili sendiri.
-
Hak menguasai dan mengikat
perjanjian-perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di daerah kekuasaan monopoli
perdagangan.
-
Mengangkat personil atas dasar sumpah
setia.
-
Melakukan peperangan.
-
Hak memiliki mata uang sendiri.
Dengan hak Octrooi VOC berkembang
pesat, sehingga satu persatu kerajaan-kerajaan di Indonesia jatuh di bawah
kekuasaan Belanda terutama dengan siasat Devide
Et Impera.
2)
EIC
(East India Company)
Pada tahun 1600 Ratu Elizabeth I memberi hak Octrooi
kepada FIC, pelayaran mereka dipimpin oleh Sir Henry Midleton dan sampai di
Ternate tahun 1604. Pada abad XVIII Belanda menjadi sekutu Perancis, Inggris
merupakan ancaman Belanda di Indonesia. Lord
Minto diangkat sebagai Gubernur Jenderal di Asia yang berkedudukan di
Calcutta, memerintahkan merebut Indonesia dari tangan Belanda. Dibawah pimpinan
Thomas Stamford Raffles tahun 1811
Indonesia berhasil dikuasai. Raffles
menerapkan sistem perdagangan bebas. Tetapi pemerintahan Inggris bersifat
sementara, maka setelah Konvensi London
tahun 1815, Inggris mengembalikan Indonesia kepada Belanda dan Inggris menerima
singapura dan di Malaysia, Afrika Selatan.
b.
Pemerintahan
Kolonialisme Belanda di Indonesia
Sejak jatuhnya VOC tahun 1799 Indonesia
diperintah langsung oleh kerajaan Belanda. Sehingga sejak tahun 1800 Belanda
menerapkan politik dagang dan sistem pajak. Dengan tujuan ingin mengeruk
kekayaan dari bumi Indonesia tanpa mau memperhatikan nasib rakyat.
Pengaruh politik kekuasaan Belanda
makin kuat sehingga kewibawaan raja-raja merosot. Mereka dijadikan alat
pembantu bagi Belanda untuk menggali kekayaan bumi Indonesia. Dengan demikian
penetrasi kekuasaan kolonial belanda abad ke-19 pmenyebabkan runtuhnya
kekuasaan politik pribumi. Oleh karena itu mulai abad ke-19 perlawanan terhadap
kolonial Belanda meluas di mana-mana dan silih berganti.
c.
Masa
berlakunya sistem Tanam Paksa dan sistem usaha swasta
Akibat kas negara yang kosong
terkuras untuk biaya perang antara lain; pemberontakan Belgia yang ingin
melepaskan diri, perang Diponegoro, perang Padri, dan sebagainya. Untuk itu
pemerintahan Kerajaan Belanda mengangkat Van
Den Bosch sebagai Gubernur Jenderal di Indonesia, dengan tugas pokok;
mengusahakan semaksimal mungkin pulau Jawa diperas untuk mengisi kas negara
yang kosong yaitu dengan sistem tanam paksa (Cultuur Stelsel). Inti dari tanam paksa adalah rakyat harus
membayar pajak dengan hasil tanaman ekspor seperti; tebu, kopi, tembakau, nila,
dan sebagainya.
Peraturan tanam paksa antara lain :
1)
Penduduk desa wajib menanam tanaman yang
laku di pasaran Eropa pada 1/5 bagian tanahnya atau lebih.
2)
Tanah yang digunakan itu dibebaskan dari
pajak.
3)
Wajib tanam dapat diganti dengan
penyerahan tenaga bagi yang tidak memiliki tanah.
4)
Tenaga dan waktu yang dipergunakan untuk
menanam tanaman paksa tidak boleh melebihi tenaga dan waktu untuk mengerjakan
tanaman padi/tanahnya sendiri.
5)
Hasil tanaman akan diserahkan kepada
pemerintah Belanda dan jika harga yang ditaksir melebihi pajak, maka kelebihan
itu akan dikembalikan kepada rakyat.
6)
Kegagalan panen ditanggung pemerintah,
jika bukan karena kesalahan rakyat atau disebabkan kurang rajin dalam
mengerjakannya.
7)
Penggarapan tanah di bawah pengawasan
langsung penguasa pribumi.
Secara teoritis pokok aturan
terseut tidak memberatkan rakyat, namun dalam praktiknya jauh berbeda,
contohnya antara lain:
1)
Perjanjian dengan rakyat mengenai tanah
tidak sesuai dengan yang tertulis yaitu luas tanah 1/5 dari tanah pertanian,
tetapi praktiknya ternyata hampir seluruhnya.
2)
Kelebihan hasil setelah dipotong pajak
sering kali tidak dikembalikan kepada rakyat dan sebagainya.
Pelaksanaan sistem tanam paksa ini
sangat besar artinya bagi Belanda karena dapat mengembalikan kejayaan dan
menutup kas yang kosong. Namun bagi Indonesia justru menjadikan rakyat melarat,
menderita, dan akhirnya membawa kematian. (Daerah yang paling menderita yaitu
Demak, Grobogan, dan Cirebon).
Pelaksanaan tanam paksa menimbulkan
reaksi baik dari orang Belanda sendiri maupun dari rakyat kecil yang langsung
mengalaminya.
1)
Reaksi
kaum humanis Belanda:
Dua orang Belanda yang menentang
tanam paksa adalah Edward Douwes
Dekker dan Baron van Hoevel. Mereka
menentang atas dasar prinsip etika dan perikemanusiaan. Douwes Dekker dengan nama samaran Multatuli menulis buku Max
Hevelaar yang berisi protes keras agar tanam paksa dihapus dan sebagai
penggantinya dilaksanakan politik etis. Kemudian muncullah tokoh Van De Venter yang memformulasikan
politik etis abad ke-20.
2)
Reaksi
kaum kapitalis Belanda:
Pada abad ke-20 golongan kapitalis dan
liberal memperoleh kemenangan dalam parlemen/kabiner Belanda. Mereka ingin
mendobrak tanah jajahan untuk menanam modal yang waktu itu masih terttutup oleh
pemerintah Belanda. Jadi tidak mengherankan jika mereka menentang tanam paksa
dan menuntut status tanah dipertegas sehingga dasar hukum penanaman modal jadi
jelas. Kaum kapitalis berhasil mendobrak penghalang di tanah jajahan. Maka
pemerintah Belanda yang didominasi kaum liberal berhasil mengeluarkan UU
Agraria 1870. Sehingga tahun 1870 tanam paksa dihapus, kecuali kopi di Priangan
baru dihapus tahun 1917.
d.
Masa
Sistem Ekonomi Liberal
Setelah kaum liberal memiliki
pengaruh dalam bidang politik dan pemerintahan, maka urusan tanah jajahan
berangsur-angsur mulai berada di tangan kaum liberal.
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria tahun 1870 telah
memberi kesempatan kepada para pengusaha swasta untuk menanamkan modalnya di
Indonesia. Misalnya perkebunan tembakau, kopi, teh, kina, kelapa sawit, dan
karet.
Sumber:
MODUL DAN LEMBAR KERJA SISWA kelas XI IPS untuk SMA/MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar