1.
Proses
Masuknya Jepang Di Indonesia
Agar
Jepang bebas bergerak dalam upaya mewujudkan suatu imperium di Asia, Jepang harus
melumpuhkan dulu pangkalan angkatan laut Amerika di Pearl Harbour (Hawai). Pada
tanggal 8 Desember 1941, Jepang secara mendadak menyerang Pearl Harbour.
Serentak dengan itu Jepang bergerak ke selatan masuk ke Asia Tenggara,
sasarannya adalah Indochina, Muangtahi, Birma, Malaya, Filipina Dan Hindia
Belanda.
Agresi
militer Jepang membuat pemerintah kolonial Hindia Belanda mengalami ketakutan,
sehingga kemudian memberlakukan keadaan darurat militer atau Staat Van Oorlogh
On Beleigh (SOB) di Hindia Belanda. Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda Van
Starkenborgh Stachouwer menyerahkan mandat pada Letjend. H. Ter Poorten selaku
panglima angkatan perang Hindia Belanda, sedangkan pemerintah dalam negeri Hindia
Belanda itu sendiri diserahkan kepada Dr. H. J. Van Mook untuk menyelenggarakan
pemerintah pelarian di Australia.
Untuk
menghadapi agresi Jepang, sekutu membentuk pasukan gabungan yang disebut ABDACOM
(American British Dutch Australian Command) yaitu gabungan tentara Amerika,
Inggris, Belanda dan Australia yang dipimpin oleh Jenderal H. Ter Poorten.
Indonesia
(Hindia Belanda) merupakan salah satu negara penting yang harus dikuasai Jepang,
karena kaya akan bahan mentah yang dibutuhkan oleh industri Jepang, di samping
dijadikan sebagai sumer perbekalan (logistik untuk perangnya. Belanda bersama
sekutunya Amerika, Inggris, Australia (ABDACOM) yang bermarkas di Lembang,
dekat Bandung, tidak sanggup menangkis penyerbuan Jepang yang memiliki kekuatan
dua kali lipat dari divisi ABDACOM.
Pada
bulan Februari 1942 gubernur Jenderal Hindia Belanda menindahkan pemerintahnnya
ke Bandung.
Tentara
Jepang yang khusus dikerahkan untuk merebut pulau Jawa ada di bawah pimpinan Letnan
Jenderal Hitoshi Imamura. Pada 1 Maret 1942 mereka mendarat di tiga tempat
sekaligus, yaitu Teluk Banten, Eretan (Indramayu) dan di Kragan Jawa (Tengah).
Tanggal 5 Maret 1942 dengan mudah pasukan Imamura memasuki Batavia kemudian
bergerak ke Bogor dan Kalijati (Subang).
Dengan
pertemuan di Kalijati tanggal 8 Maret 1942 terjadilah kapitulasi atau
penyerahan kekuasaan tanpa syarat. Dengan penyerahan itu berakhirlah masa
penjajahan Belanda di Indonesia dan digantikan oleh kekuasaan Jepang.
2.
Birokrasi
Pemerintahan Pendudukan Jepang Di Indonesia
Pemerintahan
pendudukan Jepang di Indonesia dibagi atas tiga pemerintahan militer:
a. Pemerintahan
militer angkatan darat (tentara ke 25) untuk Sumatera dengan pusatnya di Bukit
Tinggi.
b. Pemerintahan
militer angkatan darat (tentara ke 16) untuk Jawa-Madura dengan pusatnya di Jakarta.
c. Pemerintahan
militer angkatan laut (armada selatan ke 2) untuk daerah Sulawesi, Kalimantan,
Dan Maluku dengan pusatnya di Makasar.
Susunan
pemerintahan dan militer Jepang terdiri dari :
a. Gunshereikan
(panglima tentara), kemudian disebut Saiko Shikikan (panglima tertinggi)
merupakan pucuk pimpinan.
b. Gunseikan
(kepala pemerintahan militer) yang dirangkap oleh kepala staf tentara.
Staf
pemerintahan militer pusat (Gunseikanbu) di bagi 5 departemen, yaitu :
a. Sumobu
(departemen urusan umum)
b. Zaimubu
(departemen keuangan)
c. Sangyobu
(departemen perusahaan, industri, dan kerajinan tangan).
d. Kotsubu
(departemen lalu lintas)
e. Shihobu
(departemen kehakiman)
Menurut
UU no. 27 tentang tata pemerintahan daerah maka seluruh pulau Jawa dan Madura kecuali
Surakarta dan Yogyakarta dibagi menjadi :
a. Syu
(kerisidenan) dipimpin oleh seorang Syuco.
b. Syi
(kotapraja) dipimpin oleh seorang Syico.
c. Ken
(kabupaten) dipimpin oleh seorang Kenco.
d. Gun
(kawedanan) atau distrik dipimpin oleh seorang Gunco.
e. Son
(kecamatan) dipimpin oleh seorang Sonco.
f. Ku
(kelurahan atau desa) dipimpin oleh seorang Kuco.
Sumber:
MODUL DAN LEMBAR KERJA SISWA kelas XI IPS untuk SMA/MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar